Tiga
tahun lalu begitu saya dinyatakan lulus untuk melanjutkan study disalah satu perguruan tinggi di Bogor Jawa Barat, ada satu mimpi yang akhirnya berani saya tuliskan di papan
resolusi setiap tahun, yang dengan penuh harap akan saya centang ditahun itu.
Tahun berganti, dua tahun pertama mimpi itu belum juga tercentang meski beberapa hal telah saya upayakan.
Memasuki tahun ketiga, disaat saya mulai berfokus untuk menyelesaikan tugas
akhir, kabar gembira itu datang melalui Bentang Pustaka.
Awalnya
merensensi serial Supernova “gelombang” hanya untuk menuliskan (berbagi) energi
cinta yang sama untuk setiap karya Dewi Lestari, yang saya harap akan
menyenangkan membacanya berulang dimasa akan datang. Siang hari setelah mumet
dengan draft tesis persiapan untuk seminar hasil minggu berikutnya, iseng saya
membuka twitter. Akun sosial media yang paling jarang saya tengok, saya
membuatnya hanya untuk membaca kicauan dari akun-akun yang saya follow. Ada
satu yang kemudian menyita perhatian. Pemberitahuan tentang acara kelas menulis
oleh Dewi Lestari yang diadakan Bentang Pustaka. Syaratnya adalah meresensi
“Gelombang”. Namun harapan itu kemudian pupus begitu melihat batas akhir
pengiriman naskah yang berakhir di tanggal kemarin. Pun demikian saya tidak kehabisan
cara, sambil merapal mantra dalam hati (Tuhan..
ini salah satu hal yang begitu saya inginkan dalam hidup karenanya izinkanlah terjadi) dan ajaib.. Tuhan menjawab melalui twitt balasan dari akun
Posko Pembaca Dee bahwa kesempatannya berakhir pada pukul 00.00 malam nanti.
Singkat cerita kabar gembira itu akhirnya tiba, nama saya ada dalam deretan 20
orang peserta Dee’s Coaching Clinic. #Catatan: tidakkah menurutmu Tuhan maha keren, apapun medianya Dia selalu punya
cara untuk menjawab doamu, dan untuk itu terimakasih internet :D
Okee
cukup untuk dramanya!! Inilah yang terjadi..
Gedung
B Perpustakaan Bank Indonesia, saya tiba sejam lebih awal dari waktu yang
dijadwalkan. Namun untunglah bukan
saya peserta pertama, sudah ada beberapa orang yang lamat-lamat saya curi
dengar, mereka rata-rata pembaca dan penulis blog aktif, aahhh saya
mah apa atuh, yang nge-Blog hanya kalau pengen curcol.
Tibalah waktu yang ditunggu,
Dewi Lestari berdiri disana dengan tampilan sederhana Tank Top yang
dipadupadankan dengan cardigan warna senada, dan bawahannya rok panjang yang
kalau saya ingat kembali sepertinya dia punya lebih dari tiga rok sejenis
dengan warna berbeda (kalau kalian
mengidolakan seseorang, maka apa yang dia pakai masuk dalam daftar perhatianmu
dan jika ada kesempatan lain saya ingin sekali menanyakan perihal rok itu #OkeSkip).
Berakhirnya sesi foto bersama
yang kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari pihak Perpustakaan Bank
Indonesia menandai dimulainya acara Dee’s Coaching Clinic. Sebagai pengantar,
Dewi mengklarifikasi beberapa hal tentang kelas menulis ini yang mungkin diluar
dari ekspektasi peserta. (untuk saya
pribadi, peristiwa ini memang diluar ekspektasi, namun dugaan awal saya forum ini
seperti forum formal yang biasa saya hadiri. Penyajian materi, sesi tanya
jawab, dan kalau beruntung dapat kesempatan foto bareng, dan yang terjadi
memang seperti itu!!! hehehe namun dengan kadar dan suasana keakraban yang
lebih terasa)
Sebagai
penulis yang baik, Dewi pun merupakan pembicara yang asyik. Selalu ada guyonan
dan celutukan sarkastik yang akhirnya membuat saya berfikir dia seperti “Kamu”
dalam wujud perempuan :) #OkeCukup. Materinya merupakan jawaban-jawaban dari pertanyaan peserta yang
dikirimkan sebelumnya, yang kemudian diklasifikasikan oleh Dewi menjadi
beberapa bagian. Baiklah saya akan mencoba membahasnya berdasarkan catatan saya
selama prosesnya berlangsung.
Jawaban
dari kumpulan pertanyaan kelompok pertama adalah mengenai “Tokoh” menurut Dee, dalam
cerita.. tokoh bukanlah yang utama, yang utama adalah kisah, ceritanya!!.
Namun bukan berarti karena tokoh hanya kuli bagi cerita sehingga bisa dibentuk
serampangan. Kebanyakan pembaca menginginkan karakter tokoh itu kuat, memiliki keistimewaan,
kualitas simpati, namun juga tetap manusiawi. Dewi mengatakan bahwa dalam
memunculkan tokoh harus memiliki keyakinan. Hal-hal detail haruslah
diperhatikan, seperti mencari tau zodiaknya, arti namanya. Karena ini penting untuk
menciptakan latar belakang dan konflik yang akan dihadapi. Elektra, Bodhi, Alfa
atau siapapun tokoh dalam cerita selalu Dee ciptakan dengan sengaja bukan
karena pertimbangan dia suka dengan nama itu. Lebih lanjut Dee mengatakan bahwa
dalam mendeskripsikan latar belakang tokoh, sebaikanya dicicil jangan
dimasukkan dalam satu paragraf sekaligus. Karena menurutnya deskripsi yang
terlalu berlebihan, justru akan melambatkan cerita dan terkesan lebay.
Berceritalah seperti kalian memasak, bumbu yang terlalu banyak justru akan
membuatmu enegh. Setelahnya bacalah kembali dan suarakanlah (baca dengan keras)
beri karateristik cara tokoh bicara, misalnya ada yang memakai dialek aku kamu,
gue elo, menyebut misalkan dengan misalken dan sebagainya.
Selanjutnya
kongkritkan yang abstrak, kuantifikasikan yang kualitatif. Saya menyebutnya
dengan langkah menertibkan diri, tentukan jenis tulisan apa yang akan kalian
tulis, tentukan berapa halamannya, bulan dan tahun terbitnya. Akan lebih mudah jika kalian sudah memiliki
penerbit. Setelah itu umumkanlah ke khalayak.. bisa lingkup keluarga, teman
dekat, atau di sosial media. Gunanya sebagai deadline, motivasi untuk pemenuhan janji. Pada saat pembahasan ini Dee juga mengatakan, ketika kalian mau
melakukan sesuatu bayangkanlah akan seperti apa hasil akhirnya. Buatlah jadwal
berapa hari dalam satu tahun, berapa jam dalam sehari yang harus kalian
habiskan untuk menulis. Selebihnya berilah waktu untuk aktivitas kalian yang
lain.
Gambar diambil dari Instagram Dewi Lestari
Dan
tibalah waktunya untuk menjawab jenis pertanyaan paling banyak, yaitu mengenai
“ide” dalam pembahasan ini, nama saya disebut bersamaan dengan nama Jenny Jusuf
untuk pertanyaan kami yang menurut Dee punya substansi sama (untuk tau siapa
Jenny kalian bisa mem-follow instagram
atau Blognya). Sampai saat kemarin, sebelum Dee’s Coaching Clinic saya
termasuk orang yang tidak memiliki disiplin dalam menulis, saya menulis hanya
ketika saya lagi ingin (mood)
menulis. Karena menurut saya ide itu tidak selalu ada, saya hanya akan menulis
ketika ide menghampiri. Personifikasikan Ide!! Ini jawaban Dee untuk beberapa
pertanyaan mengenai ide, bagaimana caranya? buatlah relationship dengan ide. Ide itu partner, jodoh!! Makanya setiap
karya disebut anak jiwa, bagaimana cerita bisa hidup dan memiliki nyawa itu karena pertama-tama kita menjadikan ide sebagai partner
bagian dari diri, yang bisa kita ajak berkompromi dan kerja sama. “Jangan jadi
budak ide” yang mau disuruh untuk kerja kapan saja tanpa mengenal waktu. Untuk
itu setiap kali ide datang diwaktu-waktu yang tidak kalian inginkan, catatlah! Bisa
dalam bentuk dokumen ataupun buku khusus yang kalian sediakan
sebagai celengan ide, Begitu kata Dee. Karenanya menurut Dee ide itu tidak
dicari, tetapi ide akan menghampiri mereka yang peka dan bersedia menampungnya.
Jawaban
dari pertanyaan selanjutnya mengenai kerangka, plot, pemetaan cerita. Pada sesi
ini Dee memberikan penjelasan panjang mengenai drama/struktur 3 (tiga) babak
atau yang disebutnya sebagai peta cerita. Struktur pertama mendeskripsikan
tentang “dunia sebelum terjadi perubahan” atau status quo. Bisa dimulai dengan deskripsi tentang karakter dan kepribadian
tokoh, lalu mulai tanamkan calon konflik untuk berpindah pada struktur
selanjutnya. Pada struktur kedua bisa dibuat dengan pemetaan yang lebih kompleks
dan bisa terdiri dari 2A dan 2B. Ending
atau bagaimana kalian mengakhiri cerita di deskripsikan pada struktur ke 3 (tiga), meracik ending bisa kalian sesuaikan dengan selera.
Namun ending bagi Dee merupakan reward
bagi pembaca yang telah bersetia mengakrabi berlembar-lembar halaman untuk
menunggu kejutan diakhir cerita, itulah kenapa Dee lebih menyenangi akhir yang happy ending.
Gambar diambil dari Instagram Dewi Lestari
Setelah
pembahasan mengenai ending ada beberapa hal lagi yang di bahas oleh Dee namun saya hanya mencatat contoh yang
disebutkan dengan begitu singkat, dan karena menuliskannya kembali setelah
sebulan berlalu, maka maafkan keterbatasan ingatan saya kalau beberapa hal
terakhir ini kurang detail. Deskripsi.. Dee mengatakan bahwa semua hal
yang mampu kita indrai berarti juga mampu
kita deskripsikan. Seperti deskripsi tentang penciuman, pengecapan, visual,
tekstur, dan gerakan. Deskripsilah yang mampu memperkaya sebuah cerita, melalui
deskripsi seorang penulis menyentuh imajinasi pembaca.
Dee
juga berbagi bagaimana caranya menyisipkan riset kedalam sebuah cerita, caranya
adalah carilah sesuatu yang punya story
kemudian mix kan fakta dengan cerita
atau masukkan fakta kedalam dialog. Kopi tiwus dan madre merupakan contoh
bagaimana Dee menyisipkan riset kedalam
sebuah cerita.
Gambar diambil dari instagram Dewi Lestari
Banyak yang mengatakan kekuatan Dee terletak pada diksi dan pada
acara kemarin Dee mengungkapkan bahwa diksi tergantung selera masing-masing,
kita akan menemukan tempo ini yang saya suka, bunyi dan rima seperti ini yang saya suka. Itulah kenapa sangat dianjurkan setelah menuliskan cerita bacakan
kembali dengan keras. Untuk Dee sendiri dia lebih menyenangi kalimat yang
kontras, modern namun tetap puitis.
Setelah
break sekitar tiga puluh menit,
tibalah waktunya untuk sesi tanya jawab. Tentang Judul dibahas Dee pada sesi ini dari
pertanyaan peserta yang menanyakan bagaimana cara menemukan judul yang menarik.
Dalam membuat judul Dee biasanya mengasosiasikan kepada suatu benda (mis:
Perahu Kertas), lebih lanjut kata Dee karena
judul itu menjadi payung besar sebuah cerita jadi sebaiknya bisa diucapkan
dengan mudah. Selanjutnya pada sesi ini juga ada
pertanyaan apakah kritik
berpengaruh bagi Dee? Yang dijawabnya bahwa sebaiknya kita memiliki attitude terhadap kritikan, harus punya
mental.. tersentil boleh!! tetapi tidak melekat disana. Untuk itu seorang
penulis sebaiknya punya “pembaca ideal” seseorang yang kalian percaya mampu memberikan
saran dan kritik secara proporsional tanpa mengubah ide cerita. Selama ini Dee juga
melakukannya bahkan Dee memiliki orang-orang yang disebutnya sebagai Beta Readers. Jadi harapan Dee dari
sebuah cerita akan dia ketahui dari masukan para beta readers ini. Misalnya Dee ingin membuat cerita itu lucu, sedih,
mencinta, atau marah maka dia akan memberikan list untuk para beta readers ini untuk di cek. Apakah
pada bagian ini mereka merasakan emosi
sama yang diharapkan Dee, namun yang terpenting bukan hanya pendapat
dari mereka tetapi penulislah yang lebih dulu harus merasakan emosinya sebelum
mentransfer kepada pembaca. Kita harus lebih dulu tertawa jika mengharapkan
pembaca juga tertawa imbuhnya.
Acara
Dee’s Coaching Clinic diakhiri dengan booksigning,
sayangnya semua novel-novel karya Dee yang saya punya tersimpan rapi di rak
buku rumah saya di Palopo. Jadi saya hanya membawa dua novel “Gelombang” yang
satu merupakan titipan teman yang juga begitu mengagumi karya Dewi Lestari.
Meskipun Dee’s Coaching Clinic hanya berlangsung beberapa jam, energi dan
semangat yang ditularkannya bermanfaat bahkan untuk proses menulis ilmiah yang
harus segera saya selesaikan. Tidak semua tetapi ada beberapa saran, seperti
membuat celengan ide yang tetap berguna meski
itu bukan kategori proses menulis kreatif. Harapan yang sama untuk
kalian siapapun disana yang membaca tulisan ini dan memutuskan untuk menuliskan
ceritanya. Semoga bermanfaat, semoga dapat menularkan energi cinta yang sama untuk kelahiran anak-anak jiwa kita.
saya menulis untuk diri saya!! dan saya akan tetap menulis karena saya masih ingin membaca banyak sekali kisah tentang cinta..
tentang mimpi dan harapan..
serta apapun tentang hidup..
Semangat ini yang menjadi alasan Dewi Lestari menuliskan cerita-ceritanya. Semangat yang sama pula yang menjadi alasan saya mencoba merangkum yang terserak dari acara Dee's Coaching Clinic kemarin.
Saya berharap dimasa akan datang, ketika saya lupa tentang mimpi saya berbagi cerita, tulisan ini akan mengingatkan hal itu. Saya berharap dimasa akan datang ketika saya tidak menemukan buku tentang kiat menulis kreatif, membaca tulisan ini menjadi petunjuk untuk melanjutkan saja upaya saya, saya akan ingat kembali triknya untuk kemudian menyelesaikan cerita yang sudah saya mulai. meski mungkin tulisan ini justru mereduksi maksud Dewi sebenarnya, serta penggunaan-penggunaan istilah yang tidak sesuai penulisan menjadi hal yang tidak menyenangkan.
So selamat menuliskan kisah melalui cerita kalian... Sun Sayang ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar