Senin, 04 Mei 2015

Dee’s Coaching Clinic; Merangkum Ingatan Berbagi Cerita



Tiga tahun lalu begitu saya dinyatakan lulus untuk melanjutkan study disalah satu perguruan tinggi di Bogor Jawa Barat, ada satu mimpi  yang akhirnya berani saya tuliskan di papan resolusi setiap tahun, yang dengan penuh harap akan saya centang ditahun itu. Tahun berganti, dua tahun pertama mimpi itu belum juga tercentang  meski beberapa hal telah saya upayakan. Memasuki tahun ketiga, disaat saya mulai berfokus untuk menyelesaikan tugas akhir, kabar gembira itu datang melalui Bentang Pustaka.

Awalnya merensensi serial Supernova “gelombang” hanya untuk menuliskan (berbagi) energi cinta yang sama untuk setiap karya Dewi Lestari, yang saya harap akan menyenangkan membacanya berulang dimasa akan datang. Siang hari setelah mumet dengan draft tesis persiapan untuk seminar hasil minggu berikutnya, iseng saya membuka twitter. Akun sosial media yang paling jarang saya tengok, saya membuatnya hanya untuk membaca kicauan dari akun-akun yang saya follow. Ada satu yang kemudian menyita perhatian. Pemberitahuan tentang acara kelas menulis oleh Dewi Lestari yang diadakan Bentang Pustaka. Syaratnya adalah meresensi “Gelombang”. Namun harapan itu kemudian pupus begitu melihat batas akhir pengiriman naskah yang berakhir di tanggal kemarin. Pun demikian saya tidak kehabisan cara, sambil merapal mantra dalam hati (Tuhan.. ini salah satu hal yang begitu saya inginkan dalam hidup karenanya izinkanlah terjadi) dan ajaib.. Tuhan menjawab melalui twitt balasan dari akun Posko Pembaca Dee bahwa kesempatannya berakhir pada pukul 00.00 malam nanti. Singkat cerita kabar gembira itu akhirnya tiba, nama saya ada dalam deretan 20 orang peserta Dee’s Coaching Clinic. #Catatan: tidakkah menurutmu Tuhan maha keren, apapun medianya Dia selalu punya cara untuk menjawab doamu, dan untuk itu terimakasih internet :D

Okee cukup untuk dramanya!! Inilah yang terjadi..

Gedung B Perpustakaan Bank Indonesia, saya tiba sejam lebih awal dari waktu yang dijadwalkan. Namun untunglah bukan saya peserta pertama, sudah ada beberapa orang yang lamat-lamat saya curi dengar, mereka rata-rata pembaca dan penulis blog aktif, aahhh saya mah apa atuh, yang nge-Blog hanya kalau pengen curcol.  

Tibalah waktu yang ditunggu, Dewi Lestari berdiri disana dengan tampilan sederhana Tank Top yang dipadupadankan dengan cardigan warna senada, dan bawahannya rok panjang yang kalau saya ingat kembali sepertinya dia punya lebih dari tiga rok sejenis dengan warna berbeda (kalau kalian mengidolakan seseorang, maka apa yang dia pakai masuk dalam daftar perhatianmu dan jika ada kesempatan lain saya ingin sekali menanyakan perihal rok itu #OkeSkip). Berakhirnya sesi foto bersama yang kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari pihak Perpustakaan Bank Indonesia menandai dimulainya acara Dee’s Coaching Clinic. Sebagai pengantar, Dewi mengklarifikasi beberapa hal tentang kelas menulis ini yang mungkin diluar dari ekspektasi peserta. (untuk saya pribadi, peristiwa ini memang diluar ekspektasi, namun dugaan awal saya forum ini seperti forum formal yang biasa saya hadiri. Penyajian materi, sesi tanya jawab, dan kalau beruntung dapat kesempatan foto bareng, dan yang terjadi memang seperti itu!!! hehehe namun dengan kadar dan suasana keakraban yang lebih terasa)

Sebagai penulis yang baik, Dewi pun merupakan pembicara yang asyik. Selalu ada guyonan dan celutukan sarkastik yang akhirnya membuat saya berfikir dia seperti “Kamu” dalam wujud perempuan :) #OkeCukup. Materinya merupakan jawaban-jawaban dari pertanyaan peserta yang dikirimkan sebelumnya, yang kemudian diklasifikasikan oleh Dewi menjadi beberapa bagian. Baiklah saya akan mencoba membahasnya berdasarkan catatan saya selama prosesnya berlangsung. 

Jawaban dari kumpulan pertanyaan kelompok pertama adalah mengenai “Tokoh” menurut Dee, dalam cerita.. tokoh bukanlah yang utama, yang utama adalah kisah, ceritanya!!. Namun bukan berarti karena tokoh hanya kuli bagi cerita sehingga bisa dibentuk serampangan. Kebanyakan pembaca menginginkan karakter  tokoh itu kuat, memiliki keistimewaan, kualitas simpati, namun juga tetap manusiawi. Dewi mengatakan bahwa dalam memunculkan tokoh harus memiliki keyakinan. Hal-hal detail haruslah diperhatikan, seperti mencari tau zodiaknya, arti namanya. Karena ini penting untuk menciptakan latar belakang dan konflik yang akan dihadapi. Elektra, Bodhi, Alfa atau siapapun tokoh dalam cerita selalu Dee ciptakan dengan sengaja bukan karena pertimbangan dia suka dengan nama itu. Lebih lanjut Dee mengatakan bahwa dalam mendeskripsikan latar belakang tokoh, sebaikanya dicicil jangan dimasukkan dalam satu paragraf sekaligus. Karena menurutnya deskripsi yang terlalu berlebihan, justru akan melambatkan cerita dan terkesan lebay. Berceritalah seperti kalian memasak, bumbu yang terlalu banyak justru akan membuatmu enegh. Setelahnya bacalah kembali dan suarakanlah (baca dengan keras) beri karateristik cara tokoh bicara, misalnya ada yang memakai dialek aku kamu, gue elo, menyebut misalkan dengan misalken dan sebagainya.

Selanjutnya kongkritkan yang abstrak, kuantifikasikan yang kualitatif. Saya menyebutnya dengan langkah menertibkan diri, tentukan jenis tulisan apa yang akan kalian tulis, tentukan berapa halamannya, bulan dan tahun terbitnya.  Akan lebih mudah jika kalian sudah memiliki penerbit. Setelah itu umumkanlah ke khalayak.. bisa lingkup keluarga, teman dekat, atau di sosial media. Gunanya sebagai deadline, motivasi untuk pemenuhan janji. Pada saat pembahasan  ini Dee juga mengatakan, ketika kalian mau melakukan sesuatu bayangkanlah akan seperti apa hasil akhirnya. Buatlah jadwal berapa hari dalam satu tahun, berapa jam dalam sehari yang harus kalian habiskan untuk menulis. Selebihnya berilah waktu untuk aktivitas kalian yang lain.

                                           Gambar diambil dari Instagram Dewi Lestari

Dan tibalah waktunya untuk menjawab jenis pertanyaan paling banyak, yaitu mengenai “ide” dalam pembahasan ini, nama saya disebut bersamaan dengan nama Jenny Jusuf untuk pertanyaan kami yang menurut Dee punya substansi sama (untuk tau siapa Jenny kalian bisa mem-follow instagram atau Blognya). Sampai saat kemarin, sebelum Dee’s Coaching Clinic saya termasuk orang yang tidak memiliki disiplin dalam menulis, saya menulis hanya ketika saya lagi ingin (mood) menulis. Karena menurut saya ide itu tidak selalu ada, saya hanya akan menulis ketika ide menghampiri. Personifikasikan Ide!! Ini jawaban Dee untuk beberapa pertanyaan mengenai ide, bagaimana caranya? buatlah relationship dengan ide. Ide itu partner, jodoh!! Makanya setiap karya disebut anak jiwa, bagaimana cerita bisa hidup dan memiliki nyawa  itu karena  pertama-tama kita menjadikan ide sebagai partner bagian dari diri, yang bisa kita ajak berkompromi dan kerja sama. “Jangan jadi budak ide” yang mau disuruh untuk kerja kapan saja tanpa mengenal waktu. Untuk itu setiap kali ide datang diwaktu-waktu yang tidak kalian inginkan, catatlah! Bisa dalam bentuk dokumen ataupun buku khusus yang kalian sediakan sebagai celengan ide, Begitu kata Dee. Karenanya menurut Dee ide itu tidak dicari, tetapi ide akan menghampiri mereka yang  peka  dan bersedia menampungnya.  

Jawaban dari pertanyaan selanjutnya mengenai kerangka, plot, pemetaan cerita. Pada sesi ini Dee memberikan penjelasan panjang mengenai drama/struktur 3 (tiga) babak atau yang disebutnya sebagai peta cerita. Struktur pertama mendeskripsikan tentang “dunia sebelum terjadi perubahan” atau status quo. Bisa dimulai dengan deskripsi tentang karakter dan kepribadian tokoh, lalu mulai tanamkan calon konflik untuk berpindah pada struktur selanjutnya. Pada struktur kedua bisa dibuat dengan pemetaan yang lebih kompleks dan bisa terdiri dari 2A dan 2B.  Ending atau bagaimana kalian mengakhiri cerita di deskripsikan  pada struktur ke 3 (tiga),  meracik ending bisa kalian sesuaikan dengan selera. Namun ending bagi Dee merupakan reward bagi pembaca yang telah bersetia mengakrabi berlembar-lembar halaman untuk menunggu kejutan diakhir cerita, itulah kenapa Dee lebih menyenangi akhir yang happy ending.

                                          Gambar diambil dari Instagram Dewi Lestari 

Setelah pembahasan mengenai ending ada beberapa hal lagi yang di bahas  oleh Dee namun saya hanya mencatat contoh yang disebutkan dengan begitu singkat, dan karena menuliskannya kembali setelah sebulan berlalu, maka maafkan keterbatasan ingatan saya kalau beberapa hal terakhir ini kurang detail. Deskripsi.. Dee mengatakan bahwa semua hal yang  mampu kita indrai berarti juga mampu kita deskripsikan. Seperti deskripsi tentang penciuman, pengecapan, visual, tekstur, dan gerakan. Deskripsilah yang mampu memperkaya sebuah cerita, melalui deskripsi seorang penulis menyentuh imajinasi pembaca.  

Dee juga berbagi bagaimana caranya menyisipkan riset kedalam sebuah cerita, caranya adalah carilah sesuatu yang punya story kemudian mix kan fakta dengan cerita atau masukkan fakta kedalam dialog. Kopi tiwus dan madre merupakan contoh bagaimana Dee menyisipkan  riset kedalam sebuah cerita. 

                                          Gambar diambil dari instagram Dewi Lestari

Banyak yang mengatakan kekuatan Dee terletak pada diksi dan pada acara kemarin Dee mengungkapkan bahwa diksi tergantung selera masing-masing, kita akan menemukan tempo ini yang saya suka, bunyi dan rima seperti ini yang saya suka. Itulah kenapa sangat dianjurkan setelah menuliskan cerita bacakan kembali dengan keras. Untuk Dee sendiri dia lebih menyenangi kalimat yang kontras, modern namun tetap puitis.

Setelah break sekitar tiga puluh menit, tibalah waktunya untuk sesi tanya jawab. Tentang Judul dibahas Dee pada sesi ini dari pertanyaan peserta yang menanyakan bagaimana cara menemukan judul yang menarik. Dalam membuat judul Dee biasanya mengasosiasikan kepada suatu benda (mis: Perahu Kertas), lebih lanjut kata Dee karena  judul itu menjadi payung besar  sebuah cerita jadi sebaiknya bisa diucapkan dengan mudah. Selanjutnya pada sesi ini juga ada  pertanyaan  apakah kritik berpengaruh bagi Dee? Yang dijawabnya bahwa sebaiknya kita memiliki attitude terhadap kritikan, harus punya mental.. tersentil boleh!! tetapi tidak melekat disana. Untuk itu seorang penulis sebaiknya punya “pembaca ideal”  seseorang yang kalian percaya mampu memberikan saran dan kritik secara proporsional tanpa mengubah ide cerita. Selama ini Dee juga melakukannya bahkan Dee memiliki orang-orang yang disebutnya sebagai Beta Readers. Jadi harapan Dee dari sebuah cerita akan dia ketahui dari masukan para beta readers ini. Misalnya Dee ingin membuat cerita itu lucu, sedih, mencinta, atau marah maka dia akan memberikan list  untuk para beta readers ini untuk di cek. Apakah pada bagian ini mereka merasakan emosi  sama yang diharapkan Dee, namun yang terpenting bukan hanya pendapat dari mereka tetapi penulislah yang lebih dulu harus merasakan emosinya sebelum mentransfer kepada pembaca. Kita harus lebih dulu tertawa jika mengharapkan pembaca juga tertawa imbuhnya. 

Acara Dee’s Coaching Clinic diakhiri dengan booksigning, sayangnya semua novel-novel karya Dee yang saya punya tersimpan rapi di rak buku rumah saya di Palopo. Jadi saya hanya membawa dua novel “Gelombang” yang satu merupakan titipan teman yang juga begitu mengagumi karya Dewi Lestari. Meskipun Dee’s Coaching Clinic hanya berlangsung beberapa jam, energi dan semangat yang ditularkannya bermanfaat bahkan untuk proses menulis ilmiah yang harus segera saya selesaikan. Tidak semua tetapi ada beberapa saran, seperti membuat celengan ide yang  tetap berguna meski itu bukan kategori proses menulis kreatif. Harapan yang sama untuk kalian siapapun disana yang membaca tulisan ini dan memutuskan untuk menuliskan ceritanya. Semoga bermanfaat, semoga dapat menularkan energi cinta yang sama untuk kelahiran anak-anak jiwa kita. 

saya menulis untuk diri saya!! dan saya akan tetap menulis karena saya masih ingin membaca banyak sekali kisah tentang cinta..
tentang mimpi dan harapan..
serta apapun tentang hidup.. 
Semangat ini yang menjadi alasan Dewi Lestari menuliskan cerita-ceritanya. Semangat yang sama pula yang menjadi alasan saya mencoba merangkum yang terserak dari acara Dee's Coaching Clinic kemarin. 


Saya berharap dimasa akan datang, ketika saya lupa tentang mimpi saya berbagi cerita, tulisan ini akan mengingatkan hal itu. Saya berharap dimasa akan datang ketika saya tidak menemukan buku tentang kiat menulis kreatif, membaca tulisan ini menjadi petunjuk untuk melanjutkan saja upaya saya, saya akan ingat kembali triknya untuk kemudian menyelesaikan cerita yang sudah saya mulai. meski mungkin tulisan ini justru mereduksi maksud Dewi sebenarnya, serta penggunaan-penggunaan istilah yang tidak sesuai penulisan menjadi hal yang tidak menyenangkan.

So selamat menuliskan kisah melalui cerita kalian... Sun Sayang ^^